Jakarta-Humas BRIN. Masyarakat
Indonesia akan dapat menyaksikan fenomena Gerhana Bulan total pada 8 November
2022 nanti. Gerhana Bulan Total kali ini setidaknya akan berlangsung selama 1
jam 24 menit 58 detik.
Peneliti BRIN, Andi Pangerang
menyebut durasi umbral mulai dari sebagian hingga total berlangsung selama 3
jam 39 menit 50 detik. Gerhana ini
termasuk ke dalam gerhana ke-20 dari 72 gerhana dalam Seri Saros 136 (tahun
1680-2960). Siklus Saros merupakan siklus gerhana yang dapat digunakan untuk memprediksi gerhana matahari serta gerhana bulan.
“Gerhana Bulan Total yang dapat teramati di
Indonesia untuk satu dekade berikutnya akan terjadi pada 8 September 2025, 3
Maret 2026, Malam Tahun Baru 2029, 21 Desember 2029, 25 April 2032 dan 18
Oktober 2032,” ujar Andi.
Gerhana bulan adalah fenomena
terhalangnya cahaya matahari oleh bumi sehingga tidak semuanya sampai ke bulan.
Penyebab gerhana bulan total terjadi akibat pergerakan posisi
bulan-matahari-bumi sejajar. Peristiwa ini membuat bulan masuk ke umbra bumi
yang mengakibatkan saat puncak gerhana terjadi, bulan akan terlihat berwarna
merah.
“Saat Bulan memasuki umbra, warna umbra cenderung hitam.
Seiring Bulan seluruhnya berada di dalam umbra, warna Bulan akan menjadi
kemerahan. Hal ini dikarenakan oleh mekanisme Hamburan Rayleigh yang terjadi
pada atmosfer Bumi. Hamburan Rayleigh yang terjadi ketika gerhana Bulan sama
seperti mekanisme ketika Matahari maupun Bulan tampak berwarna kemerahan saat
berada di ufuk rendah dan langit yang mempunyai rona jingga ketika Matahari
terbit maupun terbenam,” terang peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN tersebut.
Ia
melanjutkan saat terjadi gerhana spektrum warna dengan panjang gelombang lebih
pendek seperti ungu, biru dan hijau dihamburkan ke angkasa lepas, sedangkan
spektrum dengan panjang gelombang lebih panjang seperti merah, jingga dan
kuning diteruskan ke pengamat.
Andi
menambahkan saat gerhana, tidak ada cahaya Matahari yang dapat dipantulkan oleh
Bulan sebagaimana ketika fase Bulan Purnama. Gerhana dapat berwarna menjadi
lebih kecokelatan bahkan hitam pekat jika partikel seperti debu vulkanik ikut
menghamburkan cahaya.
“Dampak
dari Gerhana Bulan Total bagi kehidupan manusia adalah pasang naik air laut
yang lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasanya ketika tidak terjadi
gerhana, Purnama maupun Bulan Baru,” terangnya.
Gerhana
Bulan Total terjadi ketika fase Bulan Purnama, akan tetapi, tidak semua fase
Bulan Purnama dapat mengalami Gerhana Bulan.
“Hal
ini dikarenakan orbit Bulan yang miring 5,1° terhadap ekliptika dan waktu yang
ditempuh Bulan untuk kembali ke simpul yang sama lebih pendek 2,2 hari
dibandingkan dengan waktu yang ditempuh Bulan agar berkonfigurasi dengan Bumi
dan Matahari dalam satu garis lurus. Sehingga, Bulan tidak selalu berada di
bidang ekliptika ketika Purnama,” tegas Andi. (akb)