IDEN

Detail Berita

BRIN Turut Mendorong Sistem Pertanian Rendah Emisi Karbon dan Berketahanan Iklim di Tingkat Regional

Diterbitkan pada 28 September 2022

Cibinong - Humas BRIN. Sektor pertanian dan perubahan iklim memiliki kaitan yang unik. Di satu sisi, pertanian berkontribusi menyumbang emisi gas rumah kaca. Di sisi lainnya, pertanian rentan terdampak oleh perubahan iklim yang turut mengancam ketahanan pangan. 

 

Sejalan dengan konvensi perubahan iklim yang disepakati untuk pengurangan emisi, negara-negara yang berkomitmen pada Persetujuan Paris (Paris Agreement), termasuk Indonesia, menyusun rencana pengurangan emisi, yang dikenal sebagai Nationally Determined Contribution (NDC). Mitigasi, adaptasi, dan dukungan sumber daya termasuk pembiayaan, meningkatkan kapasitas dan teknologi perubahan iklim adalah beberapa aspek yang termasuk ke dalam NDC Indonesia.

 

Indonesia berkomitmen untuk mencapai target penurunan emisi, termasuk emisi nol bersih (net zero emission) pada tahun 2060. Target emisi nol bersih melibatkan hampir seluruh sektor, termasuk sektor pertanian. Pencapaian target tersebut membutuhkan langkah-langkah strategis pengurangan emisi dengan menggunakan riset, sistem informasi dan teknologi,  dan  kerja sama lintas sektor antara para pemangku kepentingan.

 

Sebagai komitmen dan upaya untuk mencapai emisi nol bersih, Indonesia melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi tuan rumah bagi acara yang bertajuk “Transformation to Low Emissions and Resilient Agrifood System: A Knowledge Exchange Event and Climate Policy Negotiations Training”. Acara ini berlangsung secara hybrid di Bali, pada 27-29 September 2022.

 

Mewakili Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) BRIN, Satriyo Krido Wahono selaku Kepala Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan mengatakan, menjadi host acara ini adalah kesempatan bagi Indonesia melalui BRIN untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi dalam komunikasi di tingkat regional dan global untuk menjawab tantangan bersama perubahan iklim dan ketahanan pangan.


“Riset, teknologi dan sistem informasi yang terus dilakukan oleh BRIN diharapkan dapat berkontribusi meningkatkan ketahanan pangan dengan mempertimbangkan aspek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
, tutur Satriyo dalam pidato pembukaan secara daring pada Selasa (27/09).

 

Kesehatan, kesuburan hara tanah, air, dan manajemen sumber daya alam adalah hal penting lainnya. Selain itu, sistem agroforestri dan agropastoral yang berkesinambungan, sosio ekonomi dan pelestarian lingkungan sebagai upaya mendorong ekosistem yang berkelanjutan dan tahan iklim (climate resilience),” sambungnya.

 

Sebagai informasi penyelenggaraan acara ini dilakukan BRIN bersama Kementerian Pertanian Thailand (DOA). Thailand merupakan ketua ASEAN Climate Resilience Network (ASEAN-CRN), platform jejaring  yang didirikan pada tahun 2014 di tingkat regional Asia Tenggara untuk berbagi tentang sistem pertanian cerdas yang ramah iklim (climate-smart agriculture).

 

Dalam pelaksanaannya, ASEAN-CRN bekerjasama dengan berbagai organisasi mitra, antara lain dukungan dari Kementerian Federal Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ) melalui ASEAN Agri Trade project GIZ, FAO-Regional Office for Asia and The Pacific (RAP), Enhanced Regional EU-ASEAN Dialogue Instrument (E-READI), dan Mekong Institute (MI) yang membantu teknis pelaksanaan acara. (sl)