Cibinong – Humas BRIN. Saat ini, pertanian menjadi fokus pembangunan Indonesia karena produksi pertanian harus terus ditingkatkan secara terus menerus untuk kebutuhan dan cita-cita negara yang berdaulat. Bukan hanya secara geopolitik tetapi juga secara pangan. Oleh karena itu produksi pertanian harus terus ditingkatkan tidak hanya produksinya tetapi juga kualitasnya.
Berkaitan dengan hal tersebut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Pertanian dan Pangan berkolaborasi dengan Universitas Brawijaya menyelenggarakan sharing session seri ke-1 dengan topik “Riset dan Inovasi Teknologi Perakitan Varietas Unggul Hulu Hilir Mendukung Ketahanan Pangan Nasional, pada Senin (26/9).
Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan, Yudhistira Nugraha mengungkapkan, dari sharing session ini diharapkan dapat menggali potensi-potensi kolaborasi antara Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN dengan Universitas Brawijaya.“BRIN berupaya untuk dapat berkontribusi untuk menghasilkan produk-produk inovasi pertanian yang dapat dimanfaatkan lebih banyak lagi oleh masyarakat dan tentunya harus bisa berkolaborasi dengan perguruan tinggi,” ujarnya pada saat membuka acara.
Sementara itu, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Imam Santoso mengungkapkan bahwa topik ini sangat penting dalam mendukung keberhasilan sektor pertanian dan pangan. “Bagaimanapun peran dari varietas unggul ini akan sangat berpengaruh pada peningkataan produktivitas,” terangnya. Menurutnya, salah satu program intensifikasi kita adalah bagaimana meningkatkan kapasitas optimal dalam produksi pertanian.
“Kolaborasi ini tentu sangat relevan dan sangat produktif untuk bisa mempercepat dihasilkannya varietas unggul karena proses kolaborasi yang intens antar berbagai stakeholders. Mudah-mudahan sharing session ini nanti akan berlanjut hingga kepada kolaborasi yang lebih implementatif, riset kolaboratif dan tentunya akan meningkatkan value pada luarannya,” ujarnya.
Untung Susanto, peneliti dari Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN sebagai narasumber yang pertama menyampaikan tentang perakitan varietas padi bernutrisi tinggi. Tujuan pemuliaan tanaman padi pada awalnya untuk aspek hasil tinggi, tahan hama/penyakit, dan toleran cekaman abiotik. Fokusnya pada aspek kuantitas untuk ketahanan pangan dan mengatasi kelaparan.
Namun dengan adanya perkembangan teknologi dan pekembangan sosial ekonomi masyarakat, kemudian tujuannya berkembang menjadi aspek perbaikan kualitas gizi atau mutu tanaman, sehingga bukan hanya terpenuhi kuantitas tetapi juga kualitas untuk ketahanan nasional.
“Masalah gizi di Indonesia menjadi prioritas dan belakangan semakin disadari bahwa secara kuantitas konsumsi makanan terpenuhi tetapi secara kualitas kebutuhan gizi masih belum terpenuhi sehingga berisiko terjadinya hidden hunger atau kelaparan yang tersembunyi. Dan Indonesia mengalami masalah gizi yang cukup tinggi yang dapat berpengaruh pada kualitas SDM yang dapat berdampak pada kerugian ekonomi yang cukup besar,” jelas Untung.
Strategi untuk mengatasai hidden hunger adalah melalui diversifikasi makanan, suplemen, fortifikasi, dan biofortifikasi. Biofortifikasi adalah upaya untuk memasukkan unsur gizi pada produk pertanian melalui proses alami biologi dari tanaman itu sendiri. Biofortifikasi pada padi diharapkan bisa efektif menjangkau sasaran masyarakat Indonesia dengan keunggulan suistanable, masif dan efisien/praktis.
Fokus penelitian perbaikan gizi pada padi yang dilakukan adalah peningkatan kandungan gizi mikro (zinc, Fe, pro vit. A), kandungan antosianin (beras hitam dan beras merah), dan penelitian teknologi pendukung peningkatan gizi padi.
“Perakitan varietas padi bernutrisi tinggi terus dilakukan menggunakan teknologi konvensional maupun modern secara kolaboratif, integratif dan berkelanjutan guna meningkatnya kualitas hidup masyarakat Indonesia,” tandas Untung.
Dalam kesempatan yang sama, Subiyakto, peneliti dari Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN menjelaskan tentang teknologi perbenihan tebu mendukung kecukupan gula konsumsi. Tanaman tebu adalah penghasil gula yang merupakan sumber kalori utama dalam struktur konsumsi masyarakat selain bahan pangan lainnya.
Produksi gula di Indonesia pada tahun 2018-2019 hanya 2,2 juta ton per tahun. Indonesia merupakan pengimpor gula terbesar di dunia pada tahun 2019 sebesar 4 juta ton. Pada tahun 2021 kebutuhan gula di Indonesia sebesar 5,8 juta ton sedangkan produksi gula hanya sebesar 2,35 juta ton sehingga defisit sebesar 3,45 juta ton. Dalam rangka memenuhi kecukupan gula konsumsi dalam bidang on farm pemerintah menempuh program ekstensifikasi dan bongkar ratun.
“Untuk mendukung program tersebut telah tersedia teknologi perbenihan tebu bud chips yang menghasilkan benih berkualitas, jumlah cukup, tepat waktu, memperlama periode benih, distribusi mudah dan murah, dan efisien penggunaan bahan benih,” ungkap Subiyakto.
Untuk menjamin ketersediaan benih sesuai varietas yang dikehendaki petani diperlukan kerjasama antara pabrik gula, kelompok tani, penangkar, kementerian dan dinas terkait, lembaga penelitian, koperasi petani tebu rakyat dan perbankan.
Sharing session seri ke-1 ini juga menghadirkan beberapa narasumber dari Universitas Brawijaya yaitu Agustin K. Wardani yang menyampaikan paparan tentang bakteriofag sebagai agen biokontrol dan Estri Laras Arumningtyas yang membahas pengembangan marka SCAR berbasis ISSR dan SCoT untuk seleksi karakter unggul pada cabai rawit. Acara sharing session pertama ini dimoderatori oleh Kepala Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN, Dwinita Wikan Utami. (aa/ ed.sl).